sejak ditinggal rumaysha ummi seperti org linglung,bingung..benar2 baru merasakan bahwa kematian itu benar2 dahsyat,memutus segala kenikmatan,dunia yg rasanya selalu hiruk pikuk berubah jd sunyi senyap..terkadang ummi menangis menyalahkan diri sendiri..kenapa..pdhl ummi tau semua sdh suratan takdir..ummi berusaha menghibur hati yg luka dengan ayat ayat Allah..krn Allah selalu menepati janji..
1. Perempuan yang ditinggal mati oleh anaknya.
“ Perempuan manapun yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya maka
ketiga anaknya itu akan menjadi dinding baginya dari api neraka.”
(Perawi: Al Bukhari dari Abu Sa’id Al Khudri)
2. Sabar itu pada penderitaan Pertama:
“ Sesungguhnya sabar itu hanyalah ketika penderitaan yang pertama.”
Diriwayatkan oleh Abd Ibnu Hamid dalam Musnadnya dari Anas bin Malik
r.a.
Keterangan: karena itulah pertolongan iman dan kekuatan yang
diberikannya pada saat permulaan ditimpa musibah itu sangat diperlukan.
Mereka yang sabar menerimanya memperoleh kabar gembira dari Allah.
3. Anak-anak di dalam surga
“Anak-anak kecilmu –pada riwayat yang lain- anak-anak kecil mereka –
(menjadi) kunang-kunang di dalam surga, seorang diantara mereka
menemui ayahnya, memegangi bajunya tidak berhenti sampai Allah
memasukkan dia dan ayahnya ke dalam surga.” Perawi: Imam Ahmad, Bukhari
di dalam Al Adabul MUfrad, Imam Muslim di dalam Shahihnya dari Abu
Hurairah.
Keutamaan Anak Kecil Yang Meninggal Dunia Sebelum Baligh :
1.Akan langsung masuk sorga.
2.Akan bisa menolong orang tuanya kalau orang tuanya orang iman.
3.Jadi pelayan penduduk sorga sebagaimana berlian yang disebar
Bagi para orang tua beriman yang mengalami anaknya yang belum baligh
kok sudah meninggal dunia sebaiknya jangan sedih karena akan jadi
tameng.yang akan bisa menolong orang tuanya untuk masuk sorga.
Seorang ibu beriman yang mempunyai banyak anak akan wajib masuk
sorga krn sudah mendapatkan pahala yang begitu besar yaitu pahala waktu
hamil, waktu melahirkan dan waktu menyusui.
Bayi Meninggal Menolong Orang Tuanya
Bayi itu dilahirkan suci dan bersih. Kelak di alam maghsyar, ia
menjadi penolong bagi kedua orangtuanya. Namun perlu diingat, anak itu
hanya bisa menolong orangtuanya kalau mereka masih berada dalam jalan
Islam. Kalau mereka sudah menyimpang dari jalan Islam atau berbagai
peraturan yang telah ditetapkan
Allah dan Rasul-Nya, pertolongan itu akan batal dengan sendirinya.
Contoh, orangtuanya telah meninggalkan shalat lima waktu hingga
ajalnya tiba. Lebih-lebih mereka dengan kekayaannya yang berlimpah
tidak mau menjalankan ibadah haji. Sekali lagi, anak tersebut hanya
bisa menolong orangtuanya, sebatas jika orangtuanya juga menaati
perintah Allah dan Rasul-Nya.
Yang dimaksud dengan bayi atau anak kecil adalah anak yang belum
baligh. Batasannya mungkin sekitar 10 tahun. Sedang dalam ilmu fikih,
yang disebut belum baligh, bagi perempuan sebelum haid, dan bagi lelaki
belum pernah mengalami ihtilam (mimpi basah).
Berita Gembira Tuk Orang Tua yang Anaknya meninggal Dunia
Apa yang anda rasakan ketika anak, orang tua, saudara atau kerabat
dekat Anda tiba-tiba saja di panggil oleh sang Khaliq? Tentu sedih dan
mungkin putus asa karena kehilangan seseorang yang kita sayangi dan
bahkan menjadi tumpuan hidup kita. Kehilangan orang tercinta memang
sungguh menyedihkan tapi taukah anda, ada berkah di balik setiap
peristiwa, pun kematian tentu jika kita mampu menyikapinya secara
bijak, penuh kesabaran dan keikhlasan.
”Innalillahi Wa innalilallhi Roji’un” Sesungguhnya kita ini adalah
milik Allah, dan pasti kita akan kembali kepada pemilik kita, Allah
Ta’ala
sabda Rasulullah : ’Diriwayatkan dari Anas ra, dia berkata :
”Rasulullah saw bersabda, tidaklah seorang muslim kematian tiga anaknya
yang belum baligh, kecuali, Allah pasti akan memasukkannya ke dalam
surga berkat kasih sayang-Nya kepada anak-anaknya tersebut, ”(HR
Bukhori muslim).
Ada beberapa hal yang mesti diketahui oleh orang tua pun kita, agar
kematian tersebut bisa menjadi berkah dan mengantarkan kita menuju
surga Allah. Diantaranya, seperti yang telah saya katakan diawal,
1. Sabar Dan Ikhlas
Orang tua mesti sabar dan ikhlas menerima kepergian sang anak, tidak
meratapi kepergiannya secara berlebihan boleh menangis dan bersedih
asal tidak berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan keburukan bagi
kesehatanya.
2. Sadar dan memuja Allah
Yaitu dengan mengucapkan kalimat istirja (innaa lillahi
wainnailillaihi roojiun) dan merenungi kandungan maknanya. Kita , anak
kita, dan segala sesuatu yang ada disekitar kita semuanya adalah milik
Allah. Anak adalah amanah, titipan dari Allah, yang mesti kita jaga dan
pelihara dengan sebaik-baiknya. Karena anak ibarat barang titipan
tentu suatu saat jika sang pemilik akan mengambil kembali miliknya
tersebut kita harus berlapang dada menyerahkan barang titipan tersebut
kepada sang pemilik
3. Mengharap pahala atas kematian sang anak.
Seperti yang telah saya katakan diawal, bahwa, kematian seorang anak
bukanlah suatu musibah melainkan himpunan berkah yang mesti dipetik
oleh orang yang di tinggalkan. Orang tua semestinyalah memohon pahala
dan keberkahan dari peristiwa tersebut, maka dengan senang hati Allah
akan melimpahkan banyak kebaikan dan pahala kepada hambanya yang
meminta dengan setulus hati.
Nah, bukankah hal ini merupakan kabar gembira bagi orang tua yang
ditinggal mati oleh anak-anaknya yang belum baligh dan janji Allah
tersebut merupakan bukti karunia dan kemurahan Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Dan jika pun mendatangi neraka, itu hanya bagian dari
janji Allah yang telah menjadi ketetapannya.
Lho, menetapi janji apa ? mungkin saudara bertanya-tanya akan hal
ini. Janji ini berkaitan dengan firman Allah dalam surat maryam (19) :
71 ”dan tidak seorang pun dari kalian, melaikan dia pasti mendatangi
neraka itu ”.
Belum jelas? Maksud mendatangi disini adalah menyeberanginya di atas
shiraat, yaitu sebuah jembatan yang di bentengkan di atas neraka
jahanam, bukanlah untuk mencapai pintu surga, seorang hamba mesti
melewati jembatan tersebut ? dan ketahuilah wahai para orang tua,
anak-anak anda yang telah meninggalkan anda terlebih dahulu tersebut,
kelak akan menunggu anda di pintu tersebut (surga-red).
Haruslah tiga anak ?
Apakah mesti tiga atau 2 anak baru orang tua dapat menikmati
kemewahan surga? Kalau begitu bagaimana dengan orang tua yang kematian
satu anak ? atau malah tidak kematian sama sekali?
Sesungguhnya Allah Maha pemurah lagi Maha Bijaksana, hal di atas
ternyata tak hanya berlaku bagi orang tua yang kehilangan 3 atau 2
anaknya, maka orang tua yang hanya kehilangan satu anak pun dapat
merasakan nikmatnya surga lalu bagaimana dengan orang yang tidak
kematian anak sama sekali dari umat Rasullullah ? ingat ! Rasulullah
adalah pemberi syafaat (pertolongan ). Dan syafaat Rasulullah ini akan
di bagikan bagi umatnya yang Rasulullah kehendaki, jadi tenanglah orang
tua yang tidak di tinggal mati oleh anaknya, karena syafaat Allah akan
menjadi penolong kita di akhirat kelak.
Meski kematian anak membuka jalan bagi orang tua di taman surga,
namun tidak diperenankan orang tua kemudian mengharapkan agar anaknya
meninggal dunia. Surga ini hanya pengganti anaknya yang di minta oleh
Allah. Sesunguhnya anak merupakan ladang berkah, ketika masih hidup
ataupun telah mati, anak senantiasa memberikan manfaat bagi orang tua.
Menurut Hadits Qudsi:
Allah SWT berfirman pada harui kiamat kepada anak-anak:
"Masuklah kalian ke dalam surga!"
Anak-anak itu berkata: "Ya Rabbi (kami menunggu) hingga ayah ibu kami
masuk."
Lalu mereka mendekati pintu syurga! tapi tidak mau masuk ke dalamnya. Allah
berfirman lagi: "Mengapa, Aku lihat mereka enggan masuk? Masuklah kalian
kedalam surga!"
Mereka menjawab: "Tetapi (bagaimana) orang tua kami?" Allah pun berfirman:
"Masuklah kalian ke dalam syurga bersama orang tua kalian."
(Hadits Qudsi Riwayat Ahmad dari Syurahbil bin Syua�ah yang bersumber dari
sahabat Nabi SAW)
"Anak kecil (yakni yang meninggal dunia selagi kanak-kanak atau keguguran),
masuk syurga."
Keutamaan orang yang ditinggal mati anaknya kemudian ia bersabar
حدثنا قتيبة بن سعيد. حدثنا عبدالعزيز (يعني ابن محمد) عن سهيل، عن أبيه، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِنِسْوَةٍ مِنَ
اْلأَنْصَارِ “لاَ يَمُوْتُ ِلإِحْدَاكُنَّ ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ
فَتَحْتَسِبُهُ، إِلاَّ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ”. فَقَالَتِ امْرَأَةٌ
مِنْهُنَّ: أَوِ اثْنَيْنِ؟ يَا رَسُوْلَ اللهِ! قَالَ “أَوِ اثْنَيْنِ”.
151 – (2632)
Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu:
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda kepada
perempuan-perempuan dari kaum Anshar: “Seorang kamu yang kematian tiga
orang anak dan dia menerima dengan sabar, niscaya dia akan masuk surga.”
Seorang perempuan di antara mereka mengatakan: Atau dua orang ya
Rasulullah! Beliau menjawab: Atau dua orang.
(Hadits Shahih Muslim : 2632-151)
حدثنا أبو كامل الجحدري، فضيل بن حسين. حدثنا أبو عوانة عن عبدالرحمن بن الأصبهاني، عن أبي صالح، ذكوان، عَنْ
أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ قَالَ:
جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ! ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيْثِكَ. فَاجْعَلْ لَنَا
مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيْكَ فِيْهِ. تُعَلِّمْناَ مِمَّا عَلَّمَكَ
اللهُ. قَالَ “اِجْتَمِعْنَ يَوْمَ كَذَا وَكَذَا”. فَاجْتَمَعْنَ.
فَأَتَاهُنَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا
عَلَّمَهُ اللهُ. ثُمَّ قَالَ “مَا مِنْكُنَّ مِنِ امْرَأَةٍ تُقَدِّمُ
بَيْنَ يَدَيْهَا، مِنْ وَلَدِهَا، ثَلاَثَةً، إِلاَّ كَانُوْا لَهَا
حِجَابًا مِنَ النَّارِ” فَقَالَتِ امْرَأَةٌ: وَاثْنَيْنِ. وَاثْنَيْنِ.
وَاثْنَيْنِ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم “وَاثْنَيْنِ.
وَاثْنَيْنِ. وَاثْنَيْنِ”.
152 – (2633)
Hadits riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Seorang wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
dan berkata: Wahai Rasulullah! Kaum lelaki dapat pergi mendengarkan
haditsmu, maka berikanlah kami satu hari dari waktumu agar kami
mendatangimu untuk engkau ajarkan kepada kami dari ilmu yang telah Allah
ajarkan kepadamu. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda:
Berkumpullah kamu sekalian pada hari ini dan ini! Kemudian mereka pun
berkumpul pada hari itu lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
mendatangi mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang telah Allah
ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Tidak
seorang wanita pun dari kamu sekalian yang ditinggal mati tiga orang
anaknya kecuali mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.
Lalu salah seorang wanita bertanya: Dan dua orang anak, dan dua orang
anak dan dua orang anak? Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
menjawab: Dan dua orang anak, dan dua orang anak, dan dua orang anak
(Hadits Shahih Muslim : 2633-152)
Allah
Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ
مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ
مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22)
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
“
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu
jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)
Berikut beberapa faedah yang bisa diperoleh dari ayat di atas:
Faedah pertama
Yang dimaksud dengan “lauh” adalah lembaran dan “mahfuzh” artinya
terjaga. Kata Ibnu Katsir, Lauhul Mahfuzh berada di tempat yang tinggi,
terjaga dari penambahan, pengurangan, perubahan dan penggantian.
[1] Di dalam Lauhul Mahfuzh dicatat takdir setiap makhluk. Lauhul Mahfuzh dalam Al Qur’an biasa disebut dengan
Al Kitab,
Al Kitabul Mubin,
Imamul Mubin,
Ummul Kitab, dan
Kitab Masthur.
[2]
Faedah kedua
Setiap musibah dan bencana apa pun itu yang menimpa individu atau
menimpa khalayak ramai, baik itu gempa bumi, kekeringan, kelaparan,
semua itu sudah dicatat di kitab Lauhul Mahfuzh. Sebagaimana disebutkan
dalam hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“
Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
[3]
Dalam hadits lainnya disebutkan,
إِنَّ أَوَّلَ
مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ
قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ
“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin[4])
adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena
berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir
berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya”[5]
Faedah ketiga
Takdir yang dicatat di Lauhul Mahfuzh tidak mungkin berubah
sebagaimana maksud dari ayat yang kita bahas. Begitu pula disebutkan
dalam hadits Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma,
رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
“
Pena telah diangkat dan lembaran catatan (di Lauhul Mahfuzh) telah kering”.
[6]
Al Mubarakfuri
rahimahullah berkata,
كُتِبَ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ مَا كُتِبَ مِنْ التَّقْدِيرَاتِ وَلَا يُكْتَبُ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُ شَيْءٌ آخَرُ
“Dicatat di Lauhul Mahfuzh berbagai macam takdir. Ketika selesai pencatatan, tidaklah satu pun lagi yang dicatat.”
[7]
Intinya, al kitabah (pencatatan) ada dua macam: (1) pencatatan yang
tidak mungkin diganti dan dirubah, yaitu catatan takdir di Lauhul
Mahfuzh; (2) pencatatan yang dapat diubah dan diganti, yaitu catatan di
sisi para malaikat. Allah
Ta’ala berfirman,
يَمْحُوا اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
“
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa
yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh
Mahfuzh).” (QS. Ar Ro’du: 39). Catatan yang terakhir yang terjadi itulah yang ada di Lauhul Mahfuzh.
Dari sini kita bisa memahami berbagai hadits yang membicarakan bahwa
silaturahmi (menjalin hubungan dengan kerabat) bisa memperpanjang umur
dan melapangkan rizki, atau do’a bisa menolak takdir. Di sisi Allah,
yaitu ilmu-Nya, Allah mengilmui bahwa hamba-Nya menjalin hubungan
kerabat dan berdo’a kepada-Nya. Ini di sisi ilmu Allah. Lantas Allah
Ta’ala mencatatnya di Lauhul Mahfuzh keluasan rizki dan bertambahnya umur.
[8]
Artinya di sini, Allah Ta’ala telah mengilmi bahwa hamba-Nya
melakukan silaturahmi atau berdo’a kepada-Nya. Demikian yang Allah catat
di Lauhul Mahfuzh yaitu adanya keluasan rizki dan bertambahnya umur.
Ibnu Taimiyah
rahimahullah ketika ditanya apakah rizki yang
telah ditakdirkan bisa bertambah dan berkurang, beliau rahimahullah
menjawab, “Rizki itu ada dua macam.
Pertama,
rizki yang Allah ilmui bahwasanya Allah akan memberi rizki pada hamba
sekian dan sekian. Rizki semacam ini tidak mungkin berubah.
Kedua,
rizki yang dicatat dan diketahui oleh Malaikat. Ketetapan rizki semacam
ini bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan sebab yang dilakukan
oleh hamba. Allah akan menyuruh malaikat untuk mencatat rizki baginya.
Jika ia menjalin hubungan silaturahmi, Allah pun akan menambah rizki
baginya.”
[9]
Jadi sama sekali takdir yang ada di Lauhul Mahfuzh tidak berubah,
yang berubah adalah catatan yang ada di sisi Malaikat, dan itu pun
sesuai ilmu Allah
Ta’ala.
Faedah keempat
Musibah yang terjadi di muka bumi dan terjadi pada diri manusia, itu
telah dicatat di kitab sebelum diciptakannya makhluk. Inilah tafsiran
yang lebih baik pada firman Allah,
إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
“
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya”, yang dimaksud dengan menciptakannya di sini adalah penciptaan makhluk. Demikian dipilih oleh Ibnu Katsir
rahimahullah. Pendapat ini didukung dengan riwayat dari Ibnu Jarir, dari Manshur bin ‘Abdirrahman, ia berkata, “
Setiap musibah di langit dan di bumi telah dicatat di kitab Allah (Lauhul Mahfuzh) sebelum penciptaan makhluk.”
[10]
Faedah kelima
Tidaklah suatu musibah itu terjadi kecuali disebabkan karena dosa. Qotadah
rahimahullah mengatakan,
“Telah sampai pada kami bahwa tidaklah seseorang terkena sobekan karena
terkena kayu, terjadi bencana pada kakinya, atau kerusakan menimpa
dirinya, melainkan itu karena sebab dosa yang ia perbuat. Allah pun
dapat memberikan maaf lebih banyak.”
[11]
Faedah keenam
Ayat ini adalah di antara dalil untuk menyanggah pemahaman Qodariyah yang menolak ilmu Allah yang telah dulu ada
[12].
Artinya, Qodariyah meyakini bahwa Allah baru mengilmui setelah kejadian
itu terjadi. Padahal sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin
‘Amr bin Al ‘Ash,”
Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [13]
Faedah ketujuh
Maksud firman Allah,
إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Yaitu Allah mengetahui segala sesuatu sebelum penciptaan sesuatu
tersebut. Allah pun telah mencatatnya. Ini sungguh amat mudah bagi Allah
karena Allah Maha Mengetahui sesuatu yang telah terjadi, sesuatu yang
tidak terjadi dan mengetahui sesuatu yang tidak terjadi seandainya ia
terjadi.
[14] Sungguh Maha Luas Ilmu Allah.
Faedah kedelapan
Segala sesuatu yang telah ditakdirkan akan menimpa seseorang, tidak
mungkin luput darinya. Segala sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya,
tidak mungkin akan menimpanya. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
“
Hendaklah engkau tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan
menimpamu, tidak mungkin luput darimu. Dan segala sesuatu yang
ditakdirkan luput darimu, pasti tidak akan menimpamu.”
[15]
Jika demikian, tidak perlu seseorang merasa putus asa dari apa yang
tidak ia peroleh. Karena jika itu ditakdirkan, pasti akan terjadi.
[16] Oleh karena itu, Allah
Ta’ala berfirman,
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ
“
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu”
Jika memang engkau kehilangan Hpmu yang berharga, tidak perlu
bersedih karena inilah takdir yang terbaik untukmu. Siapa tahu engkau
kelak akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Engkau belum kunjung
diangkat jadi PNS, jadi khawatir pula karena memang itu belum takdirmu.
Engkau belum juga diterima di universitas pilihanmu, jangan pula
khawatir karena takdir Allah sama sekali tidaklah kejam. Tidaklah perlu
bersedih terhadap apa yang luput darimu.
Faedah kesembilan
Jangan pula terlalu berbangga dengan nikmat yang kita peroleh karena
itu sama sekali bukanlah usaha kita. Itu semua adalah takdir yang Allah
tetapkan dan rizki yang telah Allah bagi
[17]. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala berfirman,
وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ
“
Dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”
Faedah kesepuluh
Janganlah menjadikan nikmat Allah sebagai sikap sombong dan membanggakan diri di hadapan lainnya. Itulah selanjutnya Allah
Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”
Sebagai penutup dari sajian ini, ada penjelasan yang amat bagus dari Asy Syaukani
rahimahullah. Beliau
mengatakan,
“Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Janganlah
pula berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat
tersebut dalam waktu dekat bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat
bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi tidak perlu engkau
berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu engkau bersedih
dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir
Allah ... Intinya, manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan
berbangga diri.”
[18]
Jadi tidak perlu berbangga diri dan bersedih hati
atas nikmat Allah yang diperoleh dan luput darimu. Pahamilah bahwa itu
semua adalah takdir Allah, tak perlu sedih. Itu semua adalah yang
terbaik untuk kita, mengapa harus terus murung. Itu semua pun
sewaktu-waktu bisa sirna, mengapa harus berbangga diri.
Semoga sajian tafsir ini bisa bermanfaat bagi kita dan semakin menenangkan hati yang sedang sedih.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Sungguh menenangkan jika kita terus mengkaji firman-firman Allah.
Disusun di Panggang-GK, 12 Ramadhan 1431 H (22 Agustus 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
www.rumaysho.com